Saya adalah seorang penyandang disabilitas, yang lahir dari keluarga sederhana dan bersahaja. Sejak lahir 40 tahun silam, sama seperti bayi yang baru lahir pada umumnya, tubuh saya sehat dan terlihat normal. Saya memiliki 4 saudara laki-laki semua, orang tua hanya pedagang kaki lima semasa hidupmya dan berjualan di sekolah disekitaran rumah saya tinggal. Rumah yang didiami sejak tahun 1994 ini menjadi saksi bisu perjalanan hidup saya. Bagaimana keluarga ini menjalin komunikasi, membina hubungan keluarga, sampai dengan mengajarkan anak-anaknya hidup mandiri.
Kisah keluarga akan dipaparkan dalam next artikel ya...
Untuk saat ini, mengapa mengawali dengan penyandang disabilitas dan dengan berani mengungkapkan saya seorang penyandang disabilitas dengan penuh percaya diri. Karena saya sudah menerima keadaan diri sepenuh hati sebagai seorang disabilitas daksa dan cp, yang baru diketahui sejak tahun 2014 lalu. Sejak saya ikut berkecimpung di dunia yang cukup asing di dengar saat itu, karena saya merasa bukan seorang disabilitas, tetapi manusia normal. Walaupun sebenarnya saya pun seorang penyandang disabilitas. Namun pendidikan orang tua dan keluarga terutama mengajarkan bahwa ciptaan Allah teh teu aya nu (tidak ada yang) gagal, sadayana (semua) makhluk Allah adalah sempurna dengan Maha Kesempurnaan Allah SWT, termasuk kita – bahasa sunda yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, demikian ajaran yang diberikan.
Itulah modal awal saya dalam mengarungi hidup selama ini, penerimaan diri sebagai seorang disabilitas dan nasehat dari keluarga bahwa makhluk Allah SWT itu, sempurna – kata lain dari normal. Keluarga saya – orang tua - tidak melakukan pembedaan dalam proses pendidikan dan memandirikan anak- anaknya, saya disekolahkan di sekolah umum / biasa, meski diawal pihak sekolah melakukan penolakan atas anaknya, almarhumah – ibu tetap berjuang menyekolahkan saya di SDN 47 Pajagalan Bandung. Setelah melalui proses yang cukup panjang untuk meyakinkan pihak sekolah agar anaknya bisa bersekolah dan mengikuti pendidikan dasar.
Pahala ibu – bapa, mudah-mudahan bisa mengalir sampai ke syurga nanti, karena sudah memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan dan menjadikan anaknya mandiri dalam menjalani hidup sepeninggalnya.
Keluarga memberikan kepercayaan penuh dan memberikan pendidikan, karena mereka yakin suatu saat nanti akan berpisah. Walau anaknya seorang disabilitas lumpuh kaki dari lahir. Tapi memberi kebebasan dini untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan minat dan bakanya, keluarga hanya mendukung apapun yang dilakukan selama itu untuk kebaikan anak dan kemandiriann.ya.
Ini cara saya untuk menggugah penyandang disabilitas agar diketahui masyarkat luas melalui tulisan original. Sebenarnya ingin juga menyampaikan tentang corona virus (COVID-19) dan informasinya, cuma bukan ahli.
Sampai ketemu di next artikel ya...
Sumber foto: id.pingtree.com